Bebeb Berkelana di Korea
Part 8
Hari terakhir berkelana, dmulai lebih
siang lagi. Setelah angkat jemuran temen, lipet-lipet baju, masukin ke koper
(bertiga gotong-royong ngelipetin baju satu temen, beneran princes berbi.
Hahah..), all of our things already packed in our each bag/luggage. Sarapan
terakhir, gue ngabisin bekal yang sempet gue bawa, milo, abon, sambel, sosis, itung2 buat ngurangin beban backpack gue yang udah tergantikan
dengan belanjaan kemaren. Hari ini gue pake baju baru doooong~ yang beli
semalem di myeongdong. Gaya ga guweh. Hahah.
Pagi itu, suhu udara terasa lebih dingin dari pagi sebelumnya. Kita
memutuskan untuk menitipkan tas gede berisi pakaian kita di loker-loker sewa
yang banyak terdapat di dalam stasiun subway seoul. Lupa deh kemaren harganya
berapa. Nanti diakhir gue bakal cerita lagi tentang harga sewa loker ini.
Setelah menitipkan tas di loker sewa, kita lanjut jalan menuju subway line 1,
transit di City Hall, untuk kemudian pindah ke line 4, menuju Sinchon. Yap, hari
ini perjalanan kami memang cukup jauh, dan berasa banget berkelananya.
Main enterance of Ewha Womans University |
Di dalam
subway menuju area yang terkenal dengan area gaulnya muda-mudi korea, gue bisa
merasakan kentalnya aura pemuda-pemudi korea tersebut. Tidak seperti biasanya
yang kadang berisikan bapak-bapak, atau orang-orang dewasa yang pulang-pergi
kerja, di dalam subway line 4 menuju barat seoul ini, gue menemukan sejumlah
muda-mudi dengan gaya berpakaian mereka yang biasa gue liat di internet. Ooh~
I’m so excited to feel this atmosphere. Perjalanan cukup lama, hingga akhirnya
tiba di pemberhentian Ewha Womans University.
Ewha Womans University
Yap, dari sekian banyak kampus di korea, di seoul, dan di sinchon, gue memilih ewha karena di sini terdapat bangunan ikonik mereka yang terkenal, khusunya bagi mahasiswa arsitektur pecinta korea. Bahkan salah satu bebeb rombongan juga mengusulkan tempat ini karena katanya pernah jadi setting background dalam video clip Raisa. Sepanjang jalan dari exit 2 menuju kampus wanita tersebut, banyak terdapat pertokoan yang menjual pakaian dengan gaya-gaya yang kalo di bilang tuh korea kekinian banget. Duh, mata gue jelalatan ngeliatin barang-barang yang dipajang di etalase. Cantik-cantik, ucul-ucul. Tapi yah sesuailah sama harganya. Jadi bisanya cuma dilihat aja. Apalagi kalo nignget gue udah belanja banyak dari kemaren-kemaren. Sambil jalan menyusuri pedestrian yang dinaungi pepohonan, tibalah kita di depan jalan masuk komplek kampus Ewha yang teradapat bunga berwarna kuning di sisi kanan jalan, dan ukiran bunga dari batu di sebelah kiri jalan. What a girly enterance. Di kejauhan terlihat bangunan yang berkesan jadul mengintip dari balik pepohonan rimbun. Kita pun masuk lebih dalam hingga akhirnya tibalah di spot yang sangat ingin gue lihat. Apalagi kalo bukan gedung iconic Ewha, Campus complex building.
Dari sini lo bisa ngelihat 1800 gedung-gedung kampus yang
eksotis dibalik cantiknya tata landscape dengan tanaman yang mulai berubah
warna. Who knows that this beautifull landscape actually is a roof garden of
that campus complex building. Gedung yang didesain oleh Dominique Perrault
tersebut seolah membelah cantik di tengah taman, yang memberikan lo akses jalan
yang lebih singkat menuju kompleks kampus lebih dalam lagi. Kalau gue
menerka-nerka, beliau menggunakan ide desain seperti ini untuk menciptakan
bangunan yang up to date sebagai tempat hang out-nya mahasiswa di tengah area
bangunan bersejarah bagi kampus tersebut. Mungkin beliau berusaha memberikan
kesan menanggapi dengan menghormati bangunan jadul nan eksitois di sekelilingnya,
dengan membenamkan bangunan kontemporernya di dalam/balik tanah, agar tidak
menggangu luasnya pemandangan indah kampus tersebut. Am I right?. Gue pun ga
menyia-nyiakan kesempatan untuk men-sketsa secara cepat salah satu bangunan
ikonik yang terkenal ini. Sambil temen gue selfie sana sini. Gue juga ga
ketinggalan berpose layaknya mahasiswa. Hahah... Kita menikmati setiap langkah
kaki menyusuri taman cantik yang mulai berwarna kekuningan/kemerahan/kecoklatan
di depan bangunan dengan batu-batu tempel yang penuh di sekeliling dindingnya.
Oh~ gue rasanya ga tega mau ninggalin kampus ini. Kok kayanya gue punya
panggilan hati buat kuliah di sini. Loh?
Sinchon
Namun, karena kita masih memiliki destinasi lain, kita pun harus rela
meninggalkan kampus cantik tersebut. Gue sebagai penunjuk jalan
merekomendasikan untuk menuju stasiun sinchon. Maksudnya, supaya bisa tau juga
gitu stasiun sinhon dimana, kaya’ apa, dan yang lebih penting, jalan lewat rute
lain, merasakan pengalaman ruang jalan yang berbeda dari sebelumnya. Di
perjalanan dari ewha menuju stasiun sinchon, deretan pertokoan menjual berbagai
produk fashion pun makin marak. Kita sempet beli kaos kaki dengan gambar-gambar
lucu. Tadinya sih gue mikir buat apa beli kaos kaki gini. Toh dipakenya juga di
dalem sepatu, ga kelihatan. Lagian di gasibu bisa beli yang 3 pasang lima rebu.
Tapi gue akhirnya beli juga sik, kaos kaki gambar Rilakkuma (1 pasang 1,000 won), karena pas lihat,
tetiba teringat adik-adik manis di rumah para fans rilakkuma. Lumayan buat
oleh-oleh mereka. Gue juga sempet beli kemeja kotak-kotak seharga 15,00 won (barang paling mahal yang gue beli). Modelnya lucu (walopun biasa aja), yang lucu sih sebenernya kombinasi warna kotak-kotak pink nya. Karena ini sedang liburan, gue punya prinsip, kalo suka ya beli. Jangan sampe terngiang-ngiang nanti kalo udah sampe rumah, kan jauh kalo harus ke sini lagi buat beli,, nyesel deh ntar belakangan. Harganya pun kalo dikonservasikan ke rupiah, yah ga jauh beda lah ya sama harga baju distro-distri. Setelah berjalan sekitar 250 meter, tibalah di tempat yang
banyak banget bus-bus di depannya. Sempet bingung di sebelah mana pintu masuk
stasiun tersebut. Agak beda dengan stasiun subway yang pernah saya kunjungi
sebelumnya. Setelah ngikutin orang aja, tibalah kami di platform yang berada di
atas tanah. Sekitar sepuluh menit kami menghabiskan waktu menunggu di platform
tersebut. Beberapa kereta lewat, tapi ga ada yang berhenti. Gue semakin
bingung. Kok stasiunnya gini sik? Nginget-nginget lagi, gue pernah baca di
internet bahwa sistem transportasi kereta di seoul itu, ada yang jalur subway
dan ada juga yang train biasa. Yang subway itu memang datangnya cepet, per-3
menit. Sedangkan kereta biasa ini, agak lama. Karena platormnya sepi, dan kita
kaya’ gak jelas gini, kita memutuskan buat keluar, balik lagi ke stasiun subway
line 4 Ewha Womans university. Aelah, ngabisin waktu aja kan jadinya.
Sepanjang jalan, gue perhatiin peta subway buat nyari rute menuju
Gapyeong dengan minim menggunakan kereta sejenis yang di stasiun sinchon iitu Memang
untuk menuju Gapyeong, harus menggunakan kereta biasa/non-subway tersebut, tapi
kalo kebanyakan nunggu kereta jenis begini, entah kita bakalan sampe jam berapa
di nami. Untungnya salah satu bebeb lulusan jurusan Decision Maker membantu
mencarikan rute ter-efektif. Dari stasiun Ewha Womans University, kita ke arah Konkuk
University, transit ganti line 7 menuju sangbong. Perjalanan jauh memang. Tapi
demi menghindari menunggu terlalu lama di platform. Oh iya, waktu transit ganti
line di Konkuk, gue juga sempet nyium bau tidak enak tersebut. Memang sih saat
itu udah masuk jam makan siang. Tapi ya tetep aneh lah, masa’ di sekitaran
kampus baunya nyenget gini.
Di Sangbong, karena takut nyasar, gue sempet nanya sama petugas, kalo
mau ke gapyeong gimana. Basa-basi sih, sebenernya gue tau harus mengikuti
penunjuk arah ke Gyeongchun. Sebenernya gue penasaran aja buat nanya, waktu
tunggu interval antar kereta berapa lama. Beliau menjawab bahwa dalam 1 jam, terdapat 3 kereta yang jalan. Jadi
waktu tunggu paling lama adalah 20 menit. Namun tak lama tiba di platform,
kereta dengan tempelan tulisan korail di sisi badannya datang. Senangnya dalam
hati. Tapi oh tapi, keretanya ngetem lama. T_T. kita sempet bingung ini kereta
kenapa ga jalan, apa mau nunggu kaya’ angkot/bus di Indonesia yang suka “dua
lagi dua lagi dua lagi, bangku tembak, bangku tembak, sekalian duduk di atas,
duduk di atas”. Hehe..
Akhirnya..... keretanya jalan juga. Suasana dalam kereta ini berbeda
dari suasana dalam subway-subway yang pernah dinaikin sebelumnya. Sempet ada
ahjumoni yang menjajakkan jualannya di dalam box container, entah apa jualannya
gue lupa. Sebagian besar penumpang pun adalah kaum ahjumma, ahjussi, halmoni,
dan haraboji. Bahkan ada haraboji yang berdiri di depan kita karena ga kebagian
kursi. Kita yang muda pun jadi ga enakan. Inisatif, kita nyruh bebeb yang laki
buat ngasih kursinya buat haraboji tersebut. Haraboji terlihat sangat senang
menerima tawaran kami untuk duduk. Bahkan belaiu sempat memanggil temannya.
Awalnya kita pikir “aduh, nih haraboji kenapa manggil-manggil temennya, nanti
temennya dateng ke sini buat minta satu kursi kita lagi. Lah kaya’ anak-anak di
lampu merah yang kalo di kasih satu, terus infoin ke temennya yang lain, dan
kemudian menyerbu si pemberi uang”. Untungnya ga gitu. Kaya’nya nih haraboji
cuma mau ngasih tau temennya bahwa dia dapet kursi di sini, udah itu aja. Sepanjang jalan, beliau berbincang nyerocos
menggunakan bahasa korea. Kamipun cuma senyam-senyum ga jelas karena ga enakan,
sambil bilang “한국어 모르겠어요”, “한국어 못해요”. Sesekali belaiu
menggunakan satu dua kata dalam bahasa inggris yang dapat mempermudah
komunikasi. Beliau bilang kalo usianya udah 100 tahun. Tapi dia suka merokok.
Ha masa? Ga percaya. halmoni yang duduk di seberang kamipun terkadang
senyam-senyum sambil bisik-bisik berdua ngelihatin kami. Kayanya nih haraboji
mau ngibulin kita. Habis ngoceh panjang ga jelas, ga ngerti, bilau tiba-tiba
bernyanyi. Kitapun bingung harus kasih respon apa ke beliau. Temen gue bilang,
“tepuk tangan bi, kaya’ yang di runningman itu na, kalo kita ikutan tepuk
tangan sambil mereka naynyi, mereka bakal seneng”. Ah gila, males aja dengerin
lagu yang gue ga kenal. Kalo gue denger-denger ini kayanya lagu jadul. Selesai
dia nyanyi sambil ngobrol pake bahasa korea lagi, gue bilang “I know one song”.
Langsung gue nyanyi, “아리랑 아리랑 아라리요~ 아리랑 고개로 넘어간다~”.
Dan ajaibnya si kakek bisa nebak lagu yang gue nyanyikan tersebut “oh,
arirang?”. Gue tau sik ini lagu memang dikenal sepenjuru korea karena termasuk
dalam world heritage. Tapi gue seneng, artinya gue ga jelek-jelek banget nanyi
karena masih bisa dikenal. Hahah...
Tak lama setelah menyanyi, haraboji pamit karena sudah tiba di
pemberhentian stasiun tujuannya. Kita, masih setengah perjalanan lagi. Ke
Gapyeong itu jauuuuuuhhhhhh BANGET. Tapi, pemandangan kiri-kanan-nya cantik.
Semakin lama berjalanan, pepohonan pun semakin terlihat menguning. Jadi inget,
ini kan arahnya semakin ke utara, jadi musim dinginnya datang lebih cepat.
Hampir bosan di dalam kereta, akhirnya tiba jugalah kami di pemberhentian
stasiun Gapyeong. Untuk subway dari seoul station ke ewha, plus masuk dan keluar lagi di Sinchon, beserta subway dari Ewha sampe Gapyeong, mungkin ngurangin saldo
T-money sekitar 5,000 won.
Gapyeong
Stasiun Gapyeong ini tidak begitu besar, dan beda dengan
stasiun-stasiun yang di seoul. Mungkin hampir mirip lah ya dengan sinchon, tapi
lebih sederhana lagi. Keluar stasiun, pemandangannya masih asri, banyak
pepohonan, kerasa desa gitu ih. Trus kita lanjut nyari taksi aja buat nganterin
ke untuk nyebrang ke nami island. Untungnya taksi di sini sepertinya terlatih
bila ada turis non-lokal, pasti tujuannya Nami Island. Tidak jauh jarak dari
stasiun ke dermaga penyebrangan ke pulau nami, hanya dengan argo 3,000 won saja,
dan bisa di tap dengan t-money. Setibanya di dermaga, setelah antri yang tidak
panjang untuk beli tiket seharga 9,000 won (tiket masuk nami dan tiket pp
ferry), kita kemudian mengantri untuk naik ferry nya. Walau hari itu adalah
hari senin, namun sore itu masih tetap banyak wisatawan yang juga mengantri
kapal ini. Sungguh destinasi wisata populer, dan apalagi kalo bukan efek dari
k-drama yang populer saentro asia. Saat antri pula, banyak wisatawan dengan
penampilan fisik serupa kami, orang melayu, bahkan mereka juga ngobrol pake
bahasa Indonesia. Malah waktu ngantri temen gue sempet ga nyadar keceplosan
pake bahsa Indonesia ngomentarin penampilan orang yang berada di sebelah kami.
Dia lupa kalo orang di sebelah yang dikomentari ini juga ngerti bahasa Indonesia. Gubrak.
Ngantrinya cukup lama. Kita kebagian kapal kloter kedua. Menyebrang
dengan kapal menuju Nami Island, buat orang palembang ga beda jauh kaya’
nyebrang ke pulau kemaro atau pulau kerto. Beda lebih gedean aja sih kapalnya.
Pemandangannya juga beda sih. Kita bisa lihat deretan bukit yang ditutupi pohon
yang mulai berubah warna. Penyebrangan sekitar
5-10 menit, tiba di pulau Nami.
Nami Island
Memang waktu yang pas saat kami mengunjungi nami island ini.
Pohon-pohon sudah mulau berubah warna kuning. Ada juga yang berubah warna
merah. Namun masih menyisakan warna hijau daunnya. Awalnya sih ekspetasi saya
terlalu besar pada keindahan pulau nami ini. Pemandangannya tidak begitu rimbun
oleh pohon. Yah mungkin karakter pohon empat musim beda dengan karakter pohon
hujan tropis yang biasa gue lihat di depan kampus. Gue sempet kesusuahan
mencari angle foto agar mendapatkan background warna yang cantik. *Tapi
akhirnya pas sampe rumah agak nyesel juga sih kenapa ga jepret banyak-banyak,
karena ternyata walau tidak begitu indah dipandang mata, tempat ini fotogenik
banget, apalagi didukung sama kamera cantik punya temen*.
Sambil jalan-jalan mencari spot legendaris, kita ngelewatin tempat makan,
di situ ada musholla. Alhamdulillah ya, bisa sholat dulu. Selesai sholat,
matahari sudah mulai mau menghilang. Kita buru-buru cari spot paling oke.
Akhirnya nemu juga di hampir ujung pulau, barisan pohon ginko yang daunnya
sudah berwarna kuning. Karean hari udah mulai gelap, satu-persatu member
bebeb-bebeb ini buru-buru gantian foto-foto cantik. I’m soooooo happy!. Kita
juga sempetin lihat patung legendaris itu, Winter Sonata. Walau hari mulai gelap,
temen-temen bebeb masih tetep semangat aja buat foto ini foto itu.
Tak lama, hujan rintik mulai turun. Kita buru-buru cari tempat berteduh. Labuhan kita di kala senja itu adalah restoran yang memiliki makanan halal. Kita memutuskan untuk makan malam lebih cepat, selain karena tadi ga makan siang (makan sih sbenernnya, onigiri yang dibeli’in temen bebeb di convinience store di stasiun tadi), kita juga takut nanti balik ke Seoul susah lagi cari makanan halal. Malam itu, gue mesen Bulgogi Bibimbab seharga 10,000 won. Rasanya sih, biasa aja, kaya’ rendang. Heheh...
Selesai makan, kita lanjut jalan di kegelapan malam pulau nami. Saat
itu, hujan rintik masih menemani perjalanan kami. Dan cuacanya itu
duuuuuiiiiinnnggiiiiiinnnnn banget. Kaya’nya itu adalah pertama kalinya dalam
hidup gue ngerasain udara yang sedingin itu. Padahal loh ya, gue udah pake baju
kaos panjang, trus dilapis baju luaran panjang, trus juga pake jaket parasut,
pake pasminah juga. Yang paling ga tahan itu sih kakinya, karena gue cuma pake
legging dan skinny jeans aja. Gue pun akhirnya memutuskan untuk pake sarung
tangan dan masker (yang biasa gue pake kalo naek angkot di jakarta) dengan
maksud untuk menghalau dinginnya udara di sekitar hidung gue untuk mempermudah
nafas. Kacamata gue pun sampe berembun kena nafas gue sendiri. Lah jadi
bingung, mau lepas kacamata, ga kelihatan jalan gelep di depan, pake kacamata
juga ga kelihatan karena kacanya berembun kena nafas hangat gue. waduh. Kita
juga jalan secepatnya agar cepat sampe pelabuhan dan ga ketinggalan kapal. Gawat
kalo ketinggalan kapal, dan harus nunggu satu jam di kedinginan malam musim
gugur pulau nami. Sampe di pelabuhan, kapalnya belum ada lagi. Ya nasib. Kita
duduk rapet-rapetan saling menghangatkan badan. Mungkin ada sekitar 20 menit
kita duduk nunggu kapal di kedinginan
malam musim gugur pulau nami. Hingga akhirnya, kapal yang ditunggu bak
kapal penyelamat nabi nuh pun datang menjemput. Thanks god. Di dalem kapal agak
hanget udaranya, walapun tetep agak bau busuk. Setibanya di pelabuhan, gue
sempet nge-cek napas yang keluar dari mulut gue, waktu gue ngomong, ada
embunyaaa.... *katro!, kaya’ yang di pilem-pilem drama korea itu. Hahaha...
*norak!. Entah udah berapa lama gue ga lihat hawa hangat dari mulut gue saat
berbicara. Hihihi... seru. Lucuk.
Trus kita lanjut nyari taksi, *untungnya ga susah, balik ke gapyeong station. Di dalem taksi,
kita excited banget ngobrol-ngobrolnya, sampe-sampe ahjussi supir taksi bilang
“you look happy”. Trus gue bilang aja “네~ 한국 채밌어요.”
“네 한국 음식이 맛있어요” ^^. Trus pak supir nanya kita makan apa aja. Gue
bilang “식당에서 불고기 비빔밥 먹어요”. Trus temen gue bilang
“짜장면 너무 맛있어요”. Hahahah...
Tiba di gapyeong station, ternyata banyak juga rombongan turis yang
mau balik ke seoul malam itu. Di dalem gerbong kereta, gue duduk di sebelah
cewe yang ternyata orang malaysia. Gue bilang deh temen gue (kebetulan duduk di samping gue) juga pernah
study di malaysia. Perjalanan malam itu di kereta kita ngobrol-ngobrol sama
cewe malaysia ini. Eh enggak ding, gue ga banyak ngobrol, karena awak tak
pandai pun cakap melayu, gue jadi pendengar diantara mereka aja. Tak terasa,
akhirnya tiba di stasiun sangbong, trus transit ganti line hijau ke konkuk
univ, trus transit lagi, ganti line lagi ke Dongdaemun.
Komentar