Bebeb Berkelana di Korea
Part
6
Day 4
Day 4
Seoul
City Tour
Bangun
pagi, masih kerasa lumayan capek. Kaki gue masih kerasa pegel. Nogles balsem
deh setelah sholat subuh dan mandi. Temen gue pada nyuci baju pagi ini. Entah
kenapa kita ngerasa kalo di dalem subway tuh suka kecium bau ga enak, baunya
nempel ke pakean kita. Bahkan kadang gue juga nyium itu bau kalo lewat tempat
makan. Baunya tuh mulai kecium di siang hari. Sampe-sampe kita suka tutupan
hidung+mulut kalo di dalem subway. Untungnya gue bawa masker, jadi bisa pake
masker. Temen gue malah rela beli masker agar bisa bernafas dengan nyaman.
Seoul View from Guesthouse rooftop |
Hari
ini kita mulai berkelananya agak siangan, jam 9 baru sarapan, jadi aja jam 10
kurang baru keluar hostel. Tema jalan-jalan kita hari ini adalah Seoul City
Tour. Diawali dengan mengunjungi Cheonggyecheon. Sempet bingung sih ini enaknya
stop di stasiun mana. Akhirnya gue putuskan untuk naek line 1 (biru), stop di Jongguk, maksud hati biar bisa jalan menyusuri Cheonggyecheon menuju
Cheonggye plaza. Eh tapi pas di kereta gue pikir-pikir, kenapa ga stop di
stasiun city hall aja ya? Biar bisa jalan ngelewatin changdeokgung?
Cheonggyecheon
Minggu
pagi itu, jalanan sekitar Jongguk tidak begitu ramai. Cuaca musim gugur
akhir oktober di seoul ini emang enak buat jalan-jalan di kota. Mataharinya terang,
tapi anginnya sejuk. 날씨가 따뜻하고 시원해요. 좋다~. Ga jauh jalan, udah sampe Cheonggyecheon aja. Menyusurilah
cheonggyecheon sambil snap some pictures here and there.
Cerita
tentang Cheonggyecheon bisa kalian lihat di salah satu dinding sisi sungai ini.
*gue baru nyadar letak cerita sejarah
cheonggyecheon pas udah sampe rumah pas ngeliat-liat foto. Gubrak. Jadi, pada
masih jaman kerajaan, ini adalah sungai Cheonggye. Semakin berkembangnya seoul,
semakin banyak pula penduduk yang tinggal, hingga menempati pinggiran sungai
cheonggye sebagai daerah tempat tinggal mereka. Karena penduduk semakin padat,
tepi sungai Cheonggye pun menjadi daerah yang kumuh (ini kayanya mirip tipologi
pemukiman kumuh pinggiran sungai di Palembang, Jakarta, Bandung). Pada tahun berapa gitu,
keluarlah kebijakan pemerintah untuk mengatasi/menghilangkan kekumuhan
tersebut. Entah, mungkin saat itu sedang kuatnya era industrialisasi dan urban
renewal, sehingga diputuskan untuk membangun jalan layang di atas sungai
tersebut. Beberapa tahun belakangan, diputuskan untuk mengubah kembali jalan
layang tersebut menjadi fungsi awalnya sebagai sungai Cheonggye. Entah saya
juga ga tau kenapa pemerintah memutuskan untuk mengembalikan fungsi awalnya.
Dugaan saya sih, karena memang sekarang sedang zamannya go green gitu, mungkin
suatu cara untuk memperluas ruang terbuka hijau dan ruang publik di tengah
kota.Kalo saya baca-baca di internet, awalnya banyak warga seoul yang tidak
setuju dengan usulan ini. Namun, begitu Cheonggyecheon kembali ke fungsi
awalnya, warga justru ikut menikmati keindahannya.
Cantik
deh pokoknya Cheonggyecheon ini. Kalo gue lihat pas diujung yang deket plaza,
ada sejenis water treatmentnya, jadi air yang mengalir tuh ga kotor dan bau.
Bisa ngeliat ikan kecil yang berenang di dalamnya melawan arus air sungai. Seru
deh!
Cheonggyecheon ended up at Han River. |
The water here is so clean, because they have 'water quality measurement area'. |
Hari
minggu pagi, di area plazanya terdapat pasar dadakan kaya’ bazaar gitu. Yang
dijual juga banyak, mulai dari makanan dalam kemasan, sampe barang-barang lucu.
Tapi kita ga niat muter-muterin tuh bazaar sih.
sunday morning market at Cheonggye Plaza |
동국제약 부모님사랑감사 갬패인
Joining the campagin with writing letters to our lovely parents in Indonesia. |
Saat
jalan-jalan, gue ngelihat ada stand trus ada kartu-kartu gitu di meja depannya.
Iseng lihat-lihat, sambil manggil temen gue. Lupa deh waktu itu gue yang nanya
duluan atau mereka yang jelasin duluan. Jadi ternyata stand ini adalah sejenis
campaign yang tujuannya untuk memberi salam sekaligus mengucapkan terimakasih sebagai rasa cinta
kepada orang tua. Kebetulan banget, gue sama salah satu temen emang berencana
mengirimkan kartu pos dari korea ini. Apalagi waktu kita tahu ini adalah kampanye
GRATIS bok!, langsung deh ngajakin dua bebeb lain buat ikutan, walopun mereka
agak bingung mau nulis apa. Sambil nulis, kita ditemenin ngobrol sama satu
namja, yang kaya’nya dia yang paling jago bahasa inggris. Dia juga bilang kalo
mengungkapkan cinta dan mengucapkan terimakasih kepada orang tua adalah sesuatu
yang cukup sulit dilakukan, bahkan oleh dia.
Waktu
gue nanya-nanya, ternyata kampanye ini diselenggarakan oleh perusahaan obat,
dongguk. Ga cuma kartu, kita juga difoto dan ada bingkainya, yang semuanya ini
akan dikirim ke orang tua kita, GRATIS. Dan ternyata mereka juga bisa ngirim ke
Indonesia, lagi-lagi GRATIS! (*cewek gratisan?!). Enak deh, seru. Walopun
beberapa kali foto kita gagal, tapi mereka tetep ambil foto lagi sampe
berhasil.
Sebagai rasa terimakasih kita kepada mereka, kita ngajak buat foto bareng. Hihi.. |
Kirimannya
sampe di rumah (palembang) 1 bulan kemudian.
Gwanghwamun
Square
Selsai
menikmati kampanye gratisan tersebut, kita lanjut jalan ke Gwanghwamun Square.
Saat itu sempet ada demo kecil sih diujung square, tapi banyak juga polisi yang
jaga, jadi ga begitu cemas.
Seoul street |
Gwanghwamun square - street furniture |
Di
salah satu ujung square, terdapat patung laksamana Yi Sunsin, yang terkenal
setia terhadap raja sejong, dan beberapa kali berhasil menaklukan musuh dalam
medan perang. Kalo kalian penggemar Lee Minho, mungkin pernah nonton drama Faith, nah Lee Minho tuh memerankan sebagai Laksamana ini! Inget kan, itu cewek
'tabib dari langit' mati-matian ngalangin lee minho supaya ga ikut perang, karena
의사 tsb tau bahwa dia akan mati di
peperangan itu, begitulah kisah akhir hidup laksamana Yi Sunsin ini.
Minggu
pagi, di Gwanghwamun square banyak banget tenda-tenda yang menjajakkan berbagai
barang. Dari ujung sampe ujung. Temen gue pun beli Hanbok seharga 10,000 won,
yang akhirnya mereka nyadar bahwa hanbok itu adalah bekas, karena tenda-tenda
tsb adalah sejenis flea market. Duh (-_-).
Ga
cuma beli, untungnya satu temen menemukan sebuah booth yang melayani peminjaman
Hanbok (yang emang tujuan dia nyari tempat ini di gwanghwamun square). Setelah
mengantri dan mendaftar sambil nunjukkin passport, kita dibantu oleh seorang
ahjumonim untuk mengenakan hanbok yang cantik ini. Gue pun minta minjem sepatu
lucunya. Hihi... Foto-foto deh kita, jepret sana-sini, sampe puas.
Coba
deh lihat bajunya, jenisnya beda dari dua hanbok yang pernah gue pake
sebelumnya. Bahannya pun bagus, halus. Iseng-iseng pas nyampe indo, gue nyari
tentang hanbok. Ternyata ohh ternyata, jenis hanbok yang kita pake ini adalah
hanbok untuk orang-orang kerajaan. Atasan itu sebenarnya adalah baju luaran,
khusus untuk pakaian sehari-hari keturunan bangsawan di dalam kerajaan. Lambang
naga melingkar di bagian dada menyimbolkan bahwa si pemakai merupakan orang
yang menikah secara resmi dengan raja atau putra mahkota. Bahkan kalo permaisuri
itu juga kadang ada lambang naga di dua pundaknya. Nah, kalo selir, itu ga ada
lambang naga buletnya. Selain itu, motif-motif emas di bajunya menunjukkan
bahwa orang tersebut adalah orang kerajaan. Semakin rame motif emasnya, semakin
tinggi tahtanya.
We're so glad because can try this Royal Hanbok |
Karena
banyak turis lain yang ngantri, kita sadar diri aja buat ga berlama-lama pake
hanboknya. Pas ngelepas hanbok juga dibantuin sama ahjumonim.
Di
tengah Gwanghwamun square, terdapat patung Raja Sejong. Pencinta korea pasti
tahu atau paling tidak pernah denger tentang Raja beken yang memimpin di era
Joseon. Jadi, yang membuat beliau sebagai raja yang terkenal adalah karena pada
zaman pemerintahannya, Korea menjadi negara yang sangat makmur dan maju. Beliau
dielu-elukan rakyatnya. Dan yang paling heboh dari beliau adalah.... beliau
yang menciptakan Hangeul, huruf korea yang bagi orang yang tidak akrab
bilangnya 'huruf bulat-bulat kotak-kotak itu’. Dulu, di korea menggunakan
huruf/karakter serapan dari aksara Cina, yang disebut dengan Hanja. Karena
aksara serapan cina ini agak sulit untuk dipelajari, maka Sejong Daehwang
berusaha menciptakan alphabet baru untuk rakyatnya agar dapat dengan mudah
membaca dan menulis. Filosofi huruf ‘bulat-bulat kotak-kotak itu’ kata
seonsaengnim saya sih menyimbolkan keseimbangan alam dan cara penyebutannya,
makanya ga susah buat dipelajari hingga ke golonga/kasta terendah saat itu.
Emang iya sih, ga sulit kok belajar hangeul itu. Emang yang agak sulit sih
nulisnya, karena kadang ada pengucapan yang mirip, namun penulisannya beda.
Bahkan orang korea sendiri juga kadang salah nulis (kaya’ variety show yg suka
ngadain kuis nulis hangeul, contohnya Star Golden Bell).
세정대황 - 한글 |
Di
ujung gwanghwamun square juga terdapat lapangan hijau terbuka yang bisa dipake
buat duduk-duduk. Tapi kita ga ikut piknik ria, lanjut jalan ke Gwanghwamun
Gate karena hari sudah mulai siang.
Gyeongbokgung
Gwanghwamun
merupakan gerbang utama yang besar untuk masuk ke komplek istana Gyeongbok.
(gwang=besar, hwa=, mun=gate). Di depannya terdapat orang yang berdiri selayaknya
penjaga pintu kerjaan seperti jaman dulu. Seru deh lihatinnya. Tapi kalo kalian
mau selfi, jangan sampe terlalu mengganggu mereka ya kalo ga mau di marahin.
Gwanghwamun |
Kami
tidak berencana untuk masuk Gyeongbokgung lebih dalam, karena menurut temen gue
saat itu, ga terlalu banyak yang bisa dilihat, isinya yah bangunan kaya’
gitu-gitu aja. Yaudah deh, karena udah siangan dan masih banyak list destinasi
lain, maka kitapun ga berlama-lama di sini.
Bukcheon
Hanok Village
Bukchon on sunday was so crowded with the tourist |
Karena
untuk mencapai spot yang sudah saya rencanakan di bukchon ini agak jauh dari
exit subway, maka kita memutuskan untuk naik taksi saja. Dari depan
gyeongbokgung sampe jalan bukchon, kita Cuma bayar 3,600 won ajah. Murah kan
kalo berempat dibanding harus naik subway 1,250 won masing-masing orang dan jalan
jauh agak mendaki. Tapi ditengah jalan, kita diturunin sih oleh pak supirnya.
Dia bilang kalo kita lebih baik jalan-jalan kaki aja buat ngider-ngider hanok
village ini.
Ga
jauh dari turun taksi, kita ngelihat ada toko baju. Insting cewek lah ya, akhirnya
kita mampir. Trus karena gue ga ada baju lagi buat besok, jadinya beli aja satu
baju lucu seharga 13,900 won. Sambil bayar, bisa sekalian nanya ke kasir dimana
lokasi kita sekarang, dan gimana cara sampe ke spot yang pengen gue tuju.
Selesai
belanja, lanjut kita jalan kaki. Temen-temen gue pleasure banget sama
pemandangan bangunan rumah tradisional di kiri-kanan jalan bukchon tersebut.
Ngerasain jalan kaki di perumahan ini tuh kaya’ kita beneran sedang tinggal di
korea. Mendaki dan menuruni jalanan terjal kaya’ yang suka ditonton di drama
korea. Sejarahnya, Bukchon ini adalah komplek perumahan pejabat-pejabat
kerajaan dulu.
From this spot you can see hanok, skyline, and namsan at the same time. amazing! |
Sebenernya
gue sempet hilang arah, ini kita sedang dimana kalo di peta. Yaudah deh, daripada
bingung, lanjut jalan aja, hingga sampelah kita di tempat yang rameeeeee
banget. Yap! Spot yang ingin saya tuju. Jadi disepanjang jalan yang tidak lebar dan
tidak mendatar ini, berbaris rumah-rumah khas korea yang disebut Hanok. Gue
suka deh sama warna kayunya. Rasanya KOREA BANGET!. Tapi inget ya, jangan
berisik, karena rumah-rumah ini adalah milik pribadi yang masih dihuni oleh
penghuninya. Dari tempat yang tinggi, kita bisa melihat barisan hanok dengan
background gedung-gedung tinggi dan namsan+nseoul tower di belakangnya. TEMPAT
FAVORIT GUE SEMASA BERKELANA DI KOREA INI!
You can see Gyeongbokgung complex building from this high Bukchon |
Setelah
puas menikmati keindahan bukchon hanok village, kita (atau mungkin cuma gue)
bingung mau jalan ke arah mana lagi. Yaudah deh temen bilang jalan aja entah
kemana. Emang bukchon ini letaknya lebih tinggi, jadi di satu sisi jalan, kita
bisa lihat bangunan bagian dari gyeonbokgung dari kejauhan. Ga cuma rumah
tradisional, kita juga nemu rumah modern yang lucu, sampe temen gue pada minta
difoto didepan rumah orang lain itu. bahkan foto sama mini cooper orang yang
diparkir di pinggir jalan. Hehehe...
Setelah
jalan agak jauh dan menurun, tibalah kami di sisi lain. Ternyata, kita
keluarnya di Cheongdam. Di sini tuh banyak banget tempat makan. Orang-orang
yang seliweran juga rameeee banget. Setelah menemukan jalan yang agak besar
yang banyak mobil lalu-lalang, kita nyetopin taksi. Eh tapi, kita salah arah
ambil taksinya, karena jadinya kita harus muterin bukchon dulu buat keluar tuh
daerah bukchon hanok village, mana macet lagi, jadi aja argonya mahal.
Di
dalem taksi, beuh, bau banget tuh ahjussi. Itu loh bau kaya’ yang biasanya
dicium di dalem subway. Kita pun berisik karena kebauan. Bodo amat itu ahjussi
ga ngerti juga kita ngomel-ngomel karena kebauan. Jadinya jendela mobil dibuka,
ga perlu ac, no thank you.
Cheongdam is in another side of Bukchon. It's crowded here becuse lot of cafes there. |
Komentar